KATA
PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu saran
dan kritik dari berbagai sumber yang dapat membangun sangat kami harapkan
sehingga menjadi lebih baik untuk nanti ke depannya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Bekasi, 14 March 2017
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan penelitian dibidang
akuntansi telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini dapat dilihat
dari beberapa artikel yang muncul dibeberapa jurnal ilmiah akuntansi seperti
The Accounting Review, Journal of Accounting Research, Accounting,
Organization. Artikel-artikel hasil penelitian yang muncul di jurnal-jurnal
tersebut menggunakan berbagai variasi pendekatan yang berbeda satu sama lain.
Nampaknya ada pergeseran yang cukup tajam dari pendekatan klasikal atau sering
disebut dengan mainstream approach atau positivism ke pendekatan yang lebvih
radikal yaitu dengan meminjam berbagai metodologi ilmu pengetahuan social yang
lain. Pendekatan yang kedua ini sering disebut dengan pendekatan alternative.
Kami akan mencoba menjelaskan dasar filosofi masing-masing pendekatan yang
telah diuraikan diatas. Dengan memahami dasar filosofinya kita akan menjadi
jelas kelebihan dan kekurangan masing-masing pendekatan tadi.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan
filsafat ilmu yang digunakan dalam penelitian akutansi
C. Tujuan
1. Agar
mahasiswa/I khusus nya penyusun dapat mengerti dan memahami tentang filsafat
ilmu yang digunakan dalam penelitian akutansi.
BAB
II
FILSAFAT SEBAGAI DASAR
METODOLOGI PENELITIAN
1.
Pergeseran
Arah Penelitian
Pendekatan klasikal yang lebih
menitikberatkan pada pemikiran normative mengalami kejayaannya pada tahun
1960-an. Dalam tahun1970an terjadi pergeseran pendekatan dalam penelitian
akuntansi dalam penelitian akuntansi. Alasannya adalah bahwa pendekatan
normativ yang telah Berjaya selama satu decade tidak dapat menghasilkan teori
akuntansi yang siap dipakai dalam praktek sehari-hari dan adanya “move” dari
komuniti peneliti akuntansi yang menitikberatkan pada pendekatan ekonomi dan
perilaku (behavior). Pendekatan normative mapupun positif hingga saat ini masih
mendominasi dalam penelitian akuntansi. Hampir semua menggunakan pendekatan
mainstream dengan ciri khas menggunakan model matematis dan pengujian hipotesis
walau pendekatan ini pada dasarnya tidak mempercayai dasar filosofi yang
digunakan oelh pengikut pendekatan mainstream. Sebagai gantinya, mereka
meminjam metodologi dari ilmu-ilmu sosial yang lain seperti filsafat, sosiologi,
antropologi untuk memahami akuntansi.
2.
Klasifikasi
Metodologi Penelitian
Kerangka pengelompokan yang dikembangkan
oleh Burrel dan Morgan (1979) yang mereview dan mengelompokkan penelitian dalam
bidang ilmu organisasi menurut teori yang melandasi dan anggapan-anggapan
filosofisnya dan dipakai untuk mengelompokkan dan mereview
penelitian-penelitian yang berhubungan dengan aspek-aspek sosial dan organisasi
manajemen dan akuntansi. Kerangka yang disusun dari dua dimensi independen
berdasar atas anggapan-anggapan dari sifat ilmu sosial (ontology, epistemology,
aksiologi, sifat manusia dan metofologi) dan sifat masyarakat.
A.
Interpretive
Pendekatan interpretive berasal dari
filsafat Jerman yang menitikberatkan pada peranan bahasa, interpretasi dan
pemahaman didalam ilmu sosial. Pendekatan ini memfokuskan pada sifat subjektif
dari social world dan berusaha memahaminya dari kerangka berpikir objek yang
sedang dipelajarinya. Jadi fokusnya pada arti individu dan persepsi manusia
pada realitas bukan pada realitas independen yang berada diluar mereka. Manusia
secara terus-menerus menciptakan realitas sosial mereka dalam rangka
berinteraksi dengan yang lain.
Tujuan pendekatan interpretive tidak
lain adalah menganalisis realitas sosial semacam ini dan bagaimana realitas
sosial tersebut terbentuk.
B.
Radical Humanis dan Strukturalis
Dibandingkan dengan pendekatan
fungsional dan interpretive, pendekatan radical memandang masyarakat terdiri
dari elemen-elemen yang saling bertentangan satu sama lain dan diatur oleh
system kekuasaan yang pada gilirannya menimbulkan ketidakadilan dan
keterasingan (alienation) dalam segala aspek kehidupan. Pendekatan
3.
Pendekatan Mainstream atau Positivis
A.
Induktivisme
Menurut Chalmers
(1991) selama tahun 1920an positivisme telah berkembang menjadi filsafat ilmu
dalam bentuk positivisme logis (logical positivism)Teori ini dikembangkan oleh
Lingkaran Vieanna (Vieanna circle) yang merupakan kelompok ilmuwan dan filosof
yang dipimpin oleh Morizt Schlick. Logical positivism menerima doktrin utama
“verification theory of meaning” yang dikembangkan oleh Wittgenstein. Teori
verifikasi menyatakan bahwa pernyataan atau proposisi memiliki arti hanya jika
mereka dapat diverifikasi secara empiris. Kriteria ini digunakan untuk
membedakan antara pernyataan scientific (meaningful) dan pernyataan metafisis
(meaningless).
Proses
pengambilan kesimpulan umum (universal) yang didasarkan pada hasil observasi
dinamakan induksi. Pemakaian induksi untuk membuat suatu kesimpulan umum dapat
diterima kebenarannya jika kondisi tertentu dipenuhi, yakni :
-
Jumlah observasi banyak
-
Observasi harus diulang pada kondisi yang luas (berbeda-beda)
-
Hasil observasi tidak ada yang bertentangan dengan teori universal yang
dihasilkan
B.
Falsifikasionisme (Falsificationism)
Pendekatan
falsifikasi dikembangkan oleh Karl Popper, yang tidak puas dengan pendekatan
induktif. Menurut Popper, tujuan penelitian ilmiah adalah untuk membuktikan
kesalahan (falsify) hipotesis, bukannya membuktikan kebenaran hipotesis
tersebut.
Oleh karena itulah pendekatan ini dinamakan
falsifikasionisme. Untuk mengatasi masalah yang dihadapi Empirisme Logis, Karl
Popper menawarkan metode alternative untuk menjustifikasi suatu teori. Proses
ilmu berawal dari observasi yang berbenturan denga teori yang ada atau
prakonsepsi (preconception).
Jika hal itu
terjadi, maka kita dihadapkan pada maslaah ilmu pengetahuan.
Teori kemudian
diajukan untuk memecahkan masalah ini dan hipotesis diuji secara empiris yang
tujuannya untuk menolak hipotesis. Jika peramalan teori itu disalahkan (falsify),
maka teori tersebut ditolak.
Dengan kata
lain, teori menurut pendekatan ini adalah hipotesis yang belum dibuktikan
kesalahannya. Teori bukanlah sesuatu yang benar atau factual, tetapi sesuatu
yang belum terbukti salah. Jika suatu teori diterima, maka teori tersebu harus
menyajikan hipotesis yang mungkin dapat dibuktikan kesalahannya. Menurut
Falsifikasionisme ilmu berkembang secara pendugaan (conjecture) dan penolakan
(refutation) atau secara trial and error. Tujuan ilmu adalah memecahkan
masalah. Pemecahan masalah tadi diwujudkan dalam teori yang mungkin akan
disalahkan secara empiris. Teori yang bertahan dan tidak dapat disalahkan akan
diterima secara tentative untuk memecahkan masalah.
4.
Teori sebagai Struktur
A.
Riset Program Imre Lakatos
Konsep Lakatos
tentang “research programme” beralih dari teori tunggal. Teori dipandang
sebagai sebuah struktur yang terdiri dari asumsi-asumsi dasar, dan seperangkat
hipotesis tambahan (auxiliary hypothesis) yang khusus didesain untuk melindungi
inti teori dari falsifikasi (penolakan). Struktur seperti ini memberikan arahan
riset kedepan. Dengan teorinya ini Lakatos percaya bahwa dia menawarkan “a new
rational reconstruction of science”.
1).
Hard Core dan Negative Heuristic
Hard core
merupakan komponen inti dari riset program yang berisi asumsi-asumsi dasar dari
riset program yang berisi definisi karakteristik dari program dari berupa
hipotesis teoritis secara umum sebagai dasar pengembangan program. Asumsi ini
harus diterima untuk melaksanakan riset program dan asumsi ini tidak dapat
ditolak atau difalsifikasi.
Kesepakatan oleh
anggota riset program untuk tidak mempertanyakan hard core ini disebut
“negative heuristic”. Hard core tidak boleh ditolak atau dimodifikasi selama
pengembangan program tersebut berlangsung.
2).
Protective Belt of Auxilary Hypotheses
Hard core dari
riset program tidak dapat difalsifikasi dan dilindungi pula oleh “negative
heuristic” mereka juga dikelilingi oleh seperangkat asumsi tambahan yang oleh
Lakatos disebut “protective belt of auxiliary hypotheses”. Hipotesis tambahan
inilah yang perlu mengalami penyesuaian-penyesuaian untuk melindungi hard core.
3).
Positive Heuristic
Berlawanan
dengan “negative heuristic”, “positive heuristic” merupakan bagian dari riset
program yang memberikan arahan bagaimana ilmuwan bekerja di sekeliling
protective belt of auxiliary hypotheses. “positive heuristic” mendefinisikan
masalah, pembentukan hipotesis tambahan, dan melihat anomaly.
4).
Perkembangan dan Kemunduran Riset Program
Lakatos juga
menetapkan cara untuk menilai apakah suatu program mengalami perkembangan atau
kemunduran.
B.
Paradigma dan Revolusi Thomas Kuhn
Thomas Kuhn
(1972) menyadari bahwa pandangan tradisional tentang ilmu, apakah induktivis
atau falsifikasionis, semuanya tidak mampu bertahan dalam sejarah. Sejak itu
teori Kuhn tentang ilmu kemudian dikembangkan sebagai usaha untuk menjadikan
teori tentang ilmu lebih cocok dengan situasi sejarah sebagaimana ia
melihatnya. Satu segi utama dari teorinya adalah penekanannya pada sifat
revolusioner dari suatu kemajuan ilmiah – revolusi yang membuang suatu struktur
teori dan menggantinya dengan yang lain – dan bertentangan dengan yang semula.
Segi penting lainnya dari teori Kuhn adalah peranan penting yang dimainkan oleh
sifat-sifat sosiologis masyarakat ilmiah.
5.
Filsafat Ilmu dan Perkembangan Akuntansi
Walaupun filsafat ilmu awalnya digunakan
didalam ilmu alam, tetapi saat ini telah dipinjam untuk menjelaskan displin
ilmu lain. Falsifikasi terhadap hipotesis berarti ada hubungan antara berbagai
variable yang diteliti. Contohnya, Purdy, Smith dan Gray (1969) meneliti
pengaruh metode disclosure dalam laporan keuangan yang menyimpang dari standar
akuntansi terhadap visibilitas laporan tersebut.
Pemakaian hipotesis nol pada awalnya
terdapat dalam teori statistic tetapi hipotesis tersebut dapat
diinterpretasikan konsisten dengan pandangan Popper. Falsifikasi cenderung
lebih objektif dalam penelitian dibandingkan membuktikan kebenaran hipotesis.
Paradigma Kuhn juga sering disinggung
dalam literature akuntansi. Wells (1976) dan Flamholtz (1979) berpendapat bahwa
revolusi Kuhn sangat tepat untuk digunakan dalam memahami perkembangan
akuntansi saat ini. Kuhn mengatakan bahwa revolusi science terjadi dalam lima
tahap :
a.
Akumulasi anomaly (pre-science)
b.
Periode krisis
c.
Perkembangan dan perdebatan alternative ide
d.
Identifikasi alternative dari berbagai pandangan
e.
Paradigma baru yang dominan
Wells berusaha mengkaitkan tahapan
revolusi dengan akuntansi dan berpendapat bahwa akuntansi berada pada tahap
“pre-science” dan selama ini tidak ada paradigm penting yang muncul dan
mendominasi akuntansi.
Akuntansi sumber daya manusia merupakan
salah satu research programmes yang muncul berdasarkan sudut pandang ekonomi
berkaitan dengan aktiva. Research programmes ini dikembangkan atas dasar
keyakinan bahwa :
a.
Karyawan adalah salah satu sumber ekonomi yang paling penting bagi entitas
b.
Kegagalan akuntansi dalam mengungkapkan aktiva ini merupakan suatu kelemahan
Dua keyakinan
tersebut menunjukkan hard core yaitu negative heuristic dari research programmes.
Hard core tersebut dikelilingi berbagai hipotesis/masalah yang ebrkaitan dengan
hal sebagai berikut :
a.
Cara terbaik untuk mengimplementasikan akuntansi sumber daya manusia
b.
Bagaimana sumber daya manusia dinilai
c.
Cost untuk mengumpulkan informasi sumber daya manusia
d.
Manfaat penyajian informasi sumber daya manusia dalam laporan keuangan dan
lain-lain
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Dari berbagai pandangan di atas jelas
bahwa dalam perkembangannya akuntansi dapat ditinjau dari berbagai pendekatan
dan melibatkan filsafat ilmu yang selama ini sering digunakan dalam ilmu alam.
REFERENSI DAN DAFTAR
PUSTAKA